Susah Nya Menjadi Guru Honorer
Post ini saya
dedikasikan untuk seluruh guru di berbagai belahan dunia. Saya acungkan semua
jempol yang saya punya untuk mereka. Betapa tidak, untuk menjadi seorang guru
(dalam konteks guru yang benar) itu sangatlah susah.
Menurut saya,
maju mundurnya suatu negara dilihat dari pendidikannya. Bukan dari presidennya,
bukan dari para insinyurnya, bukan dari para pedagangnya, bukan dari
teknologinya, bukan dari pertaniannya. Pada dasarya hal tersebut merupakan
komponen-komponen yang ditentukan oleh bidang pendidikan.
Kita akan
mempunyai presiden yang bagus apabila presiden tersebut telah mendapatkan
pendidikan yang bagus pula baik teoretis kepemerintahan maupun segi akhlak.
Kita akan punya para insinyur berbakat jika mereka ditempa oleh pendidikan yang
hebat. Kita akan punya pedagang-pedagang handal jika mereka telah mengenyam
pendidikan yang baik. Kita akan punya para ahli teknologi jika mereka sudah
belajar banyak tentang teknologi dari pendidikan. Kita pun akan punya lahan
yang subur jika masyarakat sudah tahu bagaimana mengolahnya. Gampangnya,
pendidikan merupakan proses membuat individu yang tadinya tidak tahu menjadi
tahu, dan yang tadinya tahu menjadi lebih tahu lagi. Kita bandingkan hal diatas
dengan pendidikan. Justru dari pendidikannya, dari gurunya, dari individu
yang dihasilkan oleh pendidikannya kita mendapatkan individu-individu yang
berkualitas dan dapat membangun bangsa.
Kebetulan saya
kuliah di bidang pendidikan. Jadi boleh kan saya angkat bicara tentang hal
besar di dunia pendidikan, yaitu guru?
Sekarang saya
tahu, tugas seorang guru itu bukan hanya mengajar, tetapi juga mendidik dan
melatih. Ingat, guru harus bisa mengajar, mendidik, dan
melatih. Dulu saya cuma tahu kalau tugas guru adalah mengajar.
Mengajar mata pelajaran seperti Matematika, IPA, Bahasa Inggris, dll. Tapi
sekarang saya tahu apa sebenarnya tugas guru, dan mengapa guru di negara kita
masih dianggap kurang berhasil. Hal itu disebabkan sebagian besar guru hanya
mengajar, dan melatih, tetapi tidak mendidik. Para guru tersebut hanya mengembangkan
kognitif anak tetapi lupa akan segi afektif anak yaitu perilaku anak. Padahal
antara kognitif, afektif, dan psikomotor haruslah seimbang. Ternyata memang
susah untuk mendidik anak. Untuk menjadi guru yang baik, seorang guru harus
mengikuti apa yang dikatakan Ki Hajar Dewantara, Ing arso sung tulodo, Ing madya mangun karso, Tut wuri
Handayani. Artinya, didepan menjadi teladan, ditengah membangun
karya, dan mendorong dari belakang. Guru harus bisa menjadi teladan bagi para
siswanya, baik teladan dari segi penampilan, cara bicara, sopan santun dan
sebagainya karena nantinya para siswa akan meniru guru-guru mereka. Guru harus
bisa mengajar, mendidik, dan melatih siswa agar menghasilkan sebuah karya yaitu
individu yang terampil. Lalu guru juga harus bisa memotivasi siswa agar mereka
semangat untuk terus belajar.
Susahnya jadi
guru, untuk mengajar di PAUD, TK dan SD saja para calon guru harus kuliah
selama 4 tahun. Para guru harus mengetahui fase perkembangan anak, psikologis
anak, cara menghadapi anak, dan semua hal yang berhubungan dengan anak didiknya
nanti. Tapi justru ini hal pentingnya, pendidikan saat usia anak masih
cenderung muda itu tantangannya. Kenapa? Karena saat usia seseorang masih
dikategorikan anak-anak, mereka belum memahami untuk apa kita belajar ini itu,
pikiran mereka masih terpaku pada kesenangan bermainnya. Mungkin terasa susah
dan penuh tanggung jawab saat mengajar anak SD. Karena SD merupakan dasar
pendidikan formal bagi mereka (PAUD atau TK lebih cenderung bermain). Jika ada
salah pembelajaran, maka hal itu akan terus ikut kedepannya sampai SMP, SMA,
bahkan PT. Misalnya saja, guru SD salah mengajarkan anak menulis angka 8. Maka
sampai besarpun mereka akan terus salah menulis angka 8 itu. Alasan lain adalah
anak didik yang dihadapi oleh guru SD adalah anak umur 7-12 tahun. Guru SD
harus memahami bagaimana cara menyikapi anak di rentang usia tersebut, dan hal
itu tidak mudah. Banyak anak yang masih gemar bermain dan susah memperhatikan
guru mengajar. Padahal materi pelajaran harus disampaikan pada siswa. Guru SD
harus sabar menghadapi siswanya yang masih anak-anak. Harus bisa menyikapi
siswa yang masih mempunyai keinginan bermain yang besar dan psikis yang belum
matang. Belum lagi guru SD yang sering disebut guru
borongan karena mereka harus mengajar banyak mata pelajaran.
Otomatis guru tersebut harus bisa segala mata pelajaran, harus mempunyai
pengetahuan yang luas, dan harus menguasai banyak mata pelajaran dan
pembelajarannya.
Lihat, betapa
susahnya menjadi seorang guru. Betapa mulianya seorang guru juga betapa
beratnya tanggungjawab seorang guru. Tapi susah atau gampangnya itu termasuk
relatif. Sebaiknya guru melakukan tugasnya dengan ikhlas, sehingga ia bisa
menikmati juga indahnya menjadi guru. Indahnya bisa berbagi ilmu dan
menjadi motivator anak bangsa.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar